MAKOM SYECH MAKHDUM WALI PERKASA PEKIRINGAN, KARANGMONCOL, PURBALINGGA

 

Gambar 1. Masjid Jami; Wali Perkasa setelah direnovasi

Makom Syech Makhdum Wali Perkasa merupakan makom yang terletak di Desa Pekiringan Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Makom ini terletak dibelakang Masjid Jami Wali Perkasa yang didirikan oleh Syech Makhdum Wali Perkasa yang diperkirakan berusia lebih dari 5 abad. Masjid ini didirikan pada zaman penyebaran islam yang dilakukan oleh Walisongo.

Tidak ada sumber yang dapat memastikan tahun pembangunan masjid ini, tetapi jika merujuk pada pernyataan bahwa masjid tersebut dibangun setelah Masjid Agung Demak. Gaya arsitektur dan ornamen Masjid Jami’ Wali Perkasa setelah direnovasi tempak lebih modern dari sebelumnya. Awalnya, masjid ini bergaya layaknya masjid jawa dengan atap berbentuk Limas. Namun, sekarang atap limas itu diubah menjadi sebuah kubah besar yang menambah kesan megah dari masjid ini. Meskipun bentuk dan ornamen masjid dirombak total, ada satu bangunan yang masih dipertahankan, yaitu empat pilar utama yang berada di dalam masjid. Empat pilar tersebut merupakan peninggalan tertua dari Wali Perkasa.

Syech Makhdum Wali Perkasa merupakan penguasa bumi cahyana karangmoncol. Beliau menjadi penguasa disana setelah menggantikan Syech Makhdum Husain (kakeknya). Wali Perkasa merupakan tokoh historis kerena namanya tercantum dalam piagam Sultan Demak yang mengukuhkan Cahyana sebagai wilayah yang berdiri sendiri.

Pembangunan Masjid Agung Demak dilakukan oleh para Wali pada malam hari. Namun, ketika fajar datang, bangunan masjid itu kelihatan sirung atau doyong dan tidak mengarah kiblat. Sehingga para wali kebingungan, pada saat itu Pangeran Wali Perkasa menawarkan diri membenarkan arah masjid demak agar bisa menghadap ke arah kiblat. Karena karomah beliau dan doa Pangeran Wali Perkasa diterima Allah SWT akhirnya masjid demak berdiri dengan tegak dan mengarah tepat ke kiblat. Nama Wali Perkasa diberikan oleh Sultan Demak berkat keperkasaan do’anya sehingga pembangunan Masjid Agung Demak berjalan dengan lancar. Nama desa pekiringan berasal dari peristiwa pembangunan masjid di atas.

A. Biografi

                 Syech Makhdum Wali Perkasa memiliki Nama kecil yaitu Makdum Amal. Atas jasanya beliau membantu Sunan Kalijaga dalam mendirikan Soko Guru dari Tatal dan mengkiblatkan arah masjid Agung Demak maka Makhdum Amal diberi gelar oleh sultan Demak yaitu Wali PRAKOSA, yang artinya perkasa beliau dikenal dengan sebutan Wali Perkasa ditanah Perdikan Cahyana. Karena beliau yang mampu merubah arah kiblat Masjid Demak yang konon dalam pembangunan masjid tersebut kurang sempurna arah kiblatnya. Tentunya proses perubahan arah kiblat tersebut denga cara meminta kepada Allah SWT agar diberi kekuatan yang bisa merubah arah kiblat tersebut. Awalnya yang berdoa adalah Sunan Kalijaga dan murid-muridnya yang mengamini, tetapi tetap saja tidak mampu merubah arah kiblat. Selanjutnya seorang murid minta diberi kesempatan memimpin doa, dan Sunan Kalijaga yang engamini bersama murid-murid lainnya. Atas izin Allah arah kiblat Masjid Demak bergeser pada posisi yang sempurna. Sejak saat itulah beliau mendapat julukan nama Perkasa. Di makam wali Perkasa juga telah disediakan pemandu demi kelancaran para peziarah. Nama Desa Pekiringan bersal dari kata “Enging Penggalihipun”. Adapun bukti piagam atau Besslit saat ini masih tersimpan di Musium Sana Budaya Yogyakarta.

                 Syech Makhdum Wali Perkasa adalah putra dari Makhdum Jamil, cucu dari Makhdum Husaen. Buyut dari Syech Atas Angin (Syarif Addurrohman) dan canggah dari Syech Jambu Karang Ardi Lawet. Saudara Makdum Wali Perkasa adalah pangeran Makdum Tores yang petilasannya berada di Bogares, Tegal. Beliau mempunyai lima anak yaitu: 1) Nyai Saratiman,2) Kiayi Penghulu, 3) Pangeran Estri, 4) Kiayi Mas Pakeringan, 5) Kiayi Mas Akhir. 

B. Masjid Jami’ Wali Perkasa

Syech Makhdum Wali Perkasa mengembangkan islam melalui kebudayaan dan kesenian. Beliau merupakan pendiri Masjid di desa Pekiringan yang diberi nama Masjid Jami’ Wali Perkasa. Masjid ini didirikan pada tahun 1504 M /925 H. Dan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tanggal  07 juni 2018. Karena perkembangan zaman pada tanggal 07 maret 2018  maka masjid tersebut direnovasi oleh masyarakata setempat dan dibantu juga oleh Gubernur Jawa Tengah, Bupati Purbalingga, CSR PT.ANGKASA PURA 1 (Parsero) DAN BAZNAZDA JAWA TENGAH .

Gambar 2. Ditetapkan Sebagai Bangunan Cagar Budaya (07 Juni 2016)

Di desa Pekiringan masih sangat melekat tradisi dan budaya, salah satunya yaitu, pantangan  yang berbunyi “Boten wantun nyade sekul, sedhah lan wahan, nyirik nanem kedele serta sata, boten wonten ingkang purun damel griya ingkang agedheg plupuh lan apayon duk” yaitu tidak boleh menjual beras atau nasi di Desa Pekiringan. Jadi  tidak ada orang yang menjual beras dan juga tidak ada warteg. Masyarakat setempat meyakini dan mematuhi larangan menjual nasi, yang sudah menjadi tradisi turun temurun  nenek moyang. Adapun filosofi dari tradisi ini yaitu, masyarakat menganggap bahwa hasil bumi untuk di konsumsi keluarga dan dibagikan kepada tetangga- tetangganya. Konon, nenek moyang atau leluhur Desa Pekiringan melarang masyarakatnya menjual nasi agar mereka salig berbagi atau sedekah. Dengan saling berbagi atau bersedekah, maka akan terlahir masyarakat yang rukun, damai, dan sejahtera, serta dijauhkan dari marabahaya. Larangan menjual nasi itu sampai saat ini masih sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Desa Pekiringan.

C. Tanah Perdikan Cahyana

Gambar 3. Asal Usul Tanah Perdikan Cahyana Purbalingga

Tanah-tanah Perdikan Cahyana adalah tanah-tanah bebas pajak yang diluluskan oleh Sultan Demak dan dilestarikan oleh para raja Jawa sesudahnya dan pemerintah kolonial Belanda untuk pemeliharaan makam-makam orang-orang suci atau para wali lokal yang berjasa dalam penyebaran agama Islam. Saat ini, wilayah itu ada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Karangmoncol dan Rembang serta 5 desa, yaitu  (Pekiringan, Grantung, Tajug, Rajawana dan Makam). Di Kecamatan Karangmoncol ada 13 desa perdikan dan sekarang hanya tersisa 4 yaitu :

1.) Berkewajiban memelihara makam Pangeran Wali Prakosa (di Pekiringan),

2.) Pangeran Mahdum Cahyana (di Grantung),

3.) Haji Datuk (di Tajug),

4.) Pangeran Mahdum Kusen (di Rajawana).

Daerah perdikan juga mempunyai fungsi sosial. Hal itu tampak dengan adanya pantangan yang menyatakan bahwa penduduk perdikan tidak boleh menjual nasi (beras, padi, atau ketupat) dan sirih. Nasi dan sirih hanya disajikan untuk jamuan kepada para tamu atau para pendatang. Ungkapan yen kowe nerima mang wedhi krikil, ora susah lunga-lunga ing wengkonku merupakan nasihat agar penduduk sebagai petani tidak boleh memperkaya diri. Jika ingin mencari kekayaan, ia harus mencarinya di luar perdikan. Ungkapan itu barangkali telah memotivasi penduduk untuk berwiraswasta atau berdagang ke luar daerahnya.

Salah satu sumber sejarah Perdikan Cahyana adalah piagam-piagram dan beslit-beslit A. M. Kartosoedirdjo dalam naskah Tjarijos panembahan lawet yang disusun pada tahun 1941(Behrend, 1990: 77-78) membuat daftar piagam dan besit yang diterima oleh para pengelola desa Perdikan di Cahyana. Naskah koleksi Museum sana budaya dengan kode PB. A 271 itu sangat berguna untuk melacak keberadaan piagam dan besit tersebut. Piagam yang diterima adalah 3 piagam, isi piagam yang diberikan oleh Sultan Demak (1403 AJ, piagam dari Sultan panjang( 1503 AJ), dan isi piagam dari Ki Gede Mataram.

Ketiga piagam tersebut menunjukkan bahwa bumi Cahyana adalah bumi perdikaning Allah, bukan perdikaning ratu. Sultan Demak, panjang dan Ki gede Mataram hanyalah meluluskan dan melestarikan berdikaning Allah kepada Mahkom Wali Perkosa. Begitu pula dalam kasus piagam raja-raja Jawa muslim, piagam-piagam tersebut menguatkan eksistensi Pendidikan Cahyana dengan gutukullah, gutuking Allah, bebenduning para wali, dan ora olih berkahingsun. Dengan demikian status partikel menjadi tradisi secara terus-menerus karena perubahan pusat politik tidak akan mengubahnya bahkan piagam dari pusat yang lama akan didukung oleh pusat yang baru dan seterusnya.

D. Peninggalan Syech Makhdum Wali Perkasa

Gambar 4. Saka dari Tatal yang masih berdiri kokoh

Syech Makhdum wali Perkasa tentunnya meninggalkan peninggalan yang masih ada sampai sekarang seperti Masjid Jami dan saka  tunggal yang berjumlah 4 saka yang merupakan tatalan (potongan) dari kayu masjid di Demak yang disusun tanpa lem atau perekat yang berusia 500 tahun lebih 4 Saka ini merupakan bagian bangunan masjid sebagai Cagar Budaya yang dilindungi  yaitu :

1)      Umpak

2)      Blandar

3)      Sunduk kili

4)      Pengeret

Saka ini masih berdiri kokoh didalam masjid wali perkasa dan masyarakat sekitar sangat antusias untuk menjaga peninggalan syech makhdum wali perkasa. Dan saat ini saka tersebut menjadi Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Bupati Purbalingga No. 432/226 Tahun 2018.

Gambar 5. Tulisan Pegon Syech Makhdum Wali Perkasa 

Tulisan pegon asli yang artinya “ Penget yasa dalem bendara adipati ing nagari/negeri purbalingga  karumpakanipun dalem priyayi pekiringan ing dinten jum'ah kliwon tanggal ping 20 febru usung wawu hijrah angka 1721 ,1281 ungsum jawa angka 3981”. Menjelaskan tentang: Mengingat pembangunan rumah pangeran di negeri/negeri Purbalingga yang dikunjungi rumah pangeran pada hari Jum'at 20 Februari 1721, 1281, 1281, 3981. Jadi tulisan pegon diatas untuk mengingatkan orang-orang zaman sekarang bahwa kedatangan pangeran (Sunan Kalijaga) ke bumi Cahyana (Pekiringan) pada hari jum’at Kliwon bertepatan tanggal 20 Februari 1781 M, 1281 H, dan menurut tanggal jawa tahun 3981.              

Syech Makhdum Wali Perkasa juga meninggalkan wasiat berupa amalan yang masih diterapkan oleh masyarakat Desa Pekiringan yaitu kalimat “IKHLAS”. Dan meninggalkan kesenian berupa BRAIN yaitu salah satu rombongan yang dipimpin oleh RUBBIYAH yang menggunakan alat Terbang  (Rebana), yang masih aktif sampai sekarang, dan masyarakat. Biasannya masyarakat setempat melakukan kegiatan Rebana beriringan dengan syair-syair berbahasa jawa kuno yang berisi kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Beliau juga meninggalkan kebudayaan yang masih melekat di Desa Pekiringan yaitu tidak adanya orang berjualan nasi (warteg).

            Salah satu kegiatan rutinan yang masih dilakukan oleh masyarakat setempat yaitu malam jum’at kliwonan yang biasannya  dipimpin oleh Miftahul Huda, maulid dan  haul Syech Makhdum Perkasa yang dilakukan setap satu tahun sekali . Di desa pekiringan sangat menghormati dan sangat mempercayai nenek moyangnya terutama syech makhdum wali perkasa.

Syech Makdum Wali Perkasa juga meninggalkan kebiasaan yaitu pendidikan yang sampai sekarang masih dilaksanakan didesa pekiringan seperti mengaji kitab dimasjid, Madrasah Diniah atau biasa disebut dengan julukan MADIN yang biasannya dihadiri oleh anak-anak kecil yang tinggal disana. Syech Makhdum Wali Perkasa merupakan sosok wali yang sangat mengutamakan pendidikan beliau menyebarkan pendidikan agama islam menggunkan kuda untuk kesehariannya terutama pada saat beliau akan membangun masjid yang ada di demak selain memakai kuda syech mkhdum wali perkasa mempunyai karomah yang sangat tidak masuk akal yaitu mampu berjalan diatas daun, untuk membangun masjid Demak Syech Makhdum Wali Perkasa juga turut serta membantu dalam pembangunan masjid tersebut beliau mengirimkan kayu dengan mengalirkan kayu yang diambil dari  pegunungan  lalu dialirkan di sungai hingga sampai Demak .

Masyarakat setempat sangat antusias dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang ditinggalkan oleh syech makhdum wali perkasa pekiringan dan mereka sangat mempercayai cerita-cerita nenek moyang. Dan tidak hanya masyarakat setempat yang menjalani kegiatan yang dilakukan oleh Syech Makhdum Wali Perkasa melainkan di luaran sana juga sangat banyak masyarakat yang mengikuti ajarannya sampai sekarang ini . Banyak juga kunjungan dari orang-orang luar dan santri-santri yang ingin berziarah, berdoa dan  berkunjung serta bermunajat  dan lain-lain.

E. Bangunan Sekitar Makom

Masyarakat setempat juga menyediakan tempat untuk para peziaroh dan para pengunjung. Selain itu, masyarkat membentuk organisasi agar Makom Syech Makhdum Wali Perkasa tetap terawat dan mereka juga menyediakan buku kunjungan untuk para pengunjung yang akan berkunjung , serta menyediakan air minum, dan tempat-tempat nyaman lainnya. Para pengunjung juga tidak bisa sembarangan masuk ke area makom  karena ada juru kunci yang menjaga dan mengatur ketertiban Makom Syech Makhdum Wali Perkasa.

Gambar6. Tempat Istirahat Tamu 

 

Gambar 7. Tempat Berkunjung Tamu 

Di teras makon Syach Makhdum Wali Perkasa terdapat makon juru Bedeg, atau biasa disebut dengan Santri Gudig. Semasa hidupnya santri gudig adalah seorang pengawal/ tangan kanan dari  Syech Makhdum Wali Perkasa.

Gambar 8. Tampak Makam Dari Luar

Gambar 9. Tampak Makam Dari Dalam

Sedangkan makam Syech Makhdum Wali Perkasa tepat dibelakang masjid jami wali perkasa yang terletak didalam ruangan dan ditutupi oleh kelambu berwarna putih agar tetap rapih dan terjaga, di dalam kelambu putih terdapat 3 makam yaitu :

1)      Makam pangeran guru

2)      Mbah wali perkasa

3)      Mbah pangeran Estri

Setiap pengunjung yang akan berziarah biasanya didampingi oleh juru kunci yang bernama Bapak Mahdi Fauzi selain menjadi juru kunci beliau juga menjadi sekertaris desa karangmoncol purbalinngga.

Gambar 10. Peneliti sedang berfoto bersama narasumber Bpk. Mahdi Fauzi 

 

 

 (Sumber: Bapak Mahdi Fauzi, selaku juru kunci Makam Syech Makhdum Wali Perkasa dan Seketaris desa Pekiringan)

Penulis:

1. Tiarany Eka Hidayah

2. Firda Aulia Rizki

3. Abdul Fatah Ar-Royyaan

4. Lulu Lukmatun Khasanah 

ح اتتتنعاقلهابيتلنثاتبنلانتيسبتنىنتيلاةيس ةىنميؤسينمىنىسينمبنيسىنىسشنىشسىىشسىنمىشيسنىنىسينمىبنميسنللاى ى ة و


Komentar